Perkampungan Tradisional Tumori: Jejak Kemegahan Para Bangsawan di Masa Lampau
Tiga puluh
menit berkendara dari Bandar Udara Binaka menuju Gunungsitoli bagian
barat, kita akan menemukan sebuah perkampungan tradisional bernama desa
Tumöri yang terletak di kecamatan Gunungsitoli Barat. Nama Tumöri
berasal dari nama sebuah pohon raksasa yang ditemukan oleh pendirinya
di masa lampau. Diperkampungan tradisional ini kita dapat menjumpai 10
rumah adat khas Nias bagian Utara yang berusia antara 50-120 tahun.
Awalnya terdapat 21 rumah adat di desa ini, namun 9 buah dirubuhkan oleh
para ahli warisnya akibat adanya perselisihan antar sesama ahli waris
serta ketidaksanggupan akan biaya pemeliharaan (mengingat biaya
pemeliharaan rumah adat ini sangat besar), sementara 2 lainnya yang
memang sudah berusia sangat tua roboh akibat gempa pada tahun 2005 yang
lalu.
Salah satu rumah adat yang berdiri kokoh di puncak desa Tumori |
Perkampungan tradisional ini dulunya adalah sebuah Öri
(secara harafiah berarti cincin, lingkaran, dan selanjutnya disebut
sebagai sekelompok desa), kelompok desa yang dimiliki oleh rumpun marga
yang sama yang merupakan sebuah unit teritorial. Hal ini dibuktikan oleh
hampir keseluruhan penduduk yang berada di desa ini dan juga desa
sekelilingnya bermarga Zebua. Desa tersebut adalah Tumöri O’o, Orahili Tumöri, Tumöri Gada, Tumöri Balöhili, Sihare’ö Siwahili and Lölömoyo Tuhemberua.
Orang-orang di desa Tumöri
terlihat sangat berbeda dengan orang-orang Nias pada umumnya, terutama
dari fisik dan adat budayanya layaknya keturunan para bangsawan pada
umumnya. Rata-rata orang Tumöri berkulit putih bersih dan rupawan. Bahkan sampai ada lagu berjudul Mado Zebua yang diciptakan khusus untuk memuja eloknya paras para Mado Zebua ini.
Perbedaan juga terlihat dari adat dan budaya mereka yang masih ketat
dan tetap dipertahankan hingga sekarang. Hampir semua orang Nias
mengakui bahwa orang-orang di desa Tumöri
sangat ketat dengan adatnya, terkenal dengan nilai jujurannya yang
besar dan banyak mengorbankan babi untuk pesta-pesta yang dilakukan
khususnya pesta pernikahan. Sehingga bukan suatu hal yang mengejutkan
bila banyak anak-anak muda yang pesimis dan bahkan putus asa untuk
menikahi gadis-gadis cantik Tumöri ini. Hal-hal tersebut menandakan bahwa jejak kemegahan para bangsawan benar-benar ada di Tumöri.
Barisan Rumah Adat di Perkampungan Tradisional Tumori |
Viaro and Ziegler (Traditional Architecture of Nias Island) mengatakan
bahwa organisasi sosial sangatlah penting dalam kehidupan masyarakat
Nias di masa lampau. Baru diikuti oleh keluarga besar yang mencakup
keluarga inti. Tingkatan dalam organisasi sosial ini dipuncaki oleh
kelompok sistem sosial yang disebut sebagai “bangsawan”, tingkatan yang
menganggap atau dianggap mereka memiliki kasta yang tertinggi diantara rakyat jelata dan budak di masa itu.
Setiap
orang Nias mewarisi marga dari para nenek moyangnya yang jika bukan
dongeng, setidaknya dikisahkan sebagai sebuah mitos. Ketaatan dalam
mewarisi mado ini
ditegaskan oleh fakta yang menyatakan bahwa setiap orang Nias mengetahui
marganya dan silsilah yang berhubungan dengan hal tersebut. Orang Nias
selalu meletakkan mado setelah namanya, terutama ketikan berhubungan dengan orang di luar desanya. Mado atau
kaum yang paling bergengsi adalah yang mengaku sebagai keturunan
langsung dari nenek moyangnya, nenek moyang yang menabalkan nama mado tersebut.
Seperti yang telah disebutkan tadi bahwa Tumöri merupakan sebuah Öri dan bagian dari kemegahan para bangsawan di masa lampau dapat semakin dipertegas dari penjelasan berikut ini. Öri setara dengan wilayah mayoritas marga. Pendirian Öri disahkan melalui upacara Fondrakö yang merupakan sebuah pesta untuk pengesahan hukum adat, membentuk pertahanan dan persatuan ekonomi. Dalam acara Fondrakö
inilah pemimpin dari öri (banua) yang baru dibentuk. Masing-masing desa
memiliki pemimpin, namun di dalam öri ini semua pemimpin desa tidak
memiliki status yang sama. Pemimpin dari marga tertua memiliki posisi
yang lebih tinggi, bisa sebagai tuhenöri atau sanuhe, yang
merupakan seseorang yang berada ditingkatan atas dan biasanya desa yang
dipimpinnya merupakan pusat dari öri tersebut. Para pemimpin secara
hirarkhi disusun berdasarkan usia desa mereka dan tingkatan yang
diperoleh dari pesta besar yang telah dilaksanakan. Hal ini menunjukkan
bahwa pesta menjadi salah satu acuan dalam peringkatan posisi dalam
adat. Pesta dilakukan untuk menetapkan, menegaskan atau menaikkan
tingkatan seseorang. Untuk menjaga posisinya, seseorang harus
melaksanakan pesta sepanjang hidupnya. Dia harus melakukannya dalam
situasi berikut: Pesta pernikahannya, pada saat kematian ayah atau
ibunya, saat mendirikan rumah (di dalam desa), untuk
menandai pembuatan ornamen emas untuk istrinya atau dirinya sendiri,
juga untuk pernikahan putrinya. Pesta seperti ini masih dilakukan dengan
baik di Tumöri secara adat. Bahkan pada bulan Januari 2013 yang lalu, tokoh-tokoh adat Tumöri telah melaksanakan pesta “Fanaru’ö Banua” (pembentukan banua/ikatan adat). Terdapat dua ikatan adat yang dibetuk pada saat itu.
Pastor Johannes Hammerle mengunjungi Tumori |
Kemauan
dalam melestarikan warisan budaya dan tradisi dari orang-orang Tumöri
layaklah dicaungi jempol dan diberikan penghargaan sebagai desa warisan
budaya dunia. Para pengunjung akan disambut dengan ramah di desa ini,
hal ini ditunjukkan dengan banyaknya wisatawan lokal dan asing yang
sering berkunjung ke desa ini untuk menyaksikan dari dekat dan
mendokumentasikan warisan budaya Nias yang luar biasa yang merupakan
jejak kemegahan para bangsawan di masa lampau.
Bila
ingin berwisata ke Nias & membutuhkan Agen perjalanan yang bisa
mengurus segala keperluan perjalanan Anda selama di Nias dengan paket
perjalanan istimewa dan menarik, silakan hubungi kami:
Silakan cari tahu tentang kami di:
Hp/WA: 0812-6027-4444
email: goniastour@gmail.com
IG: Go Nias Tour
Facebook Page: Go Nias Tour
Website: www.goniastours.com
Post a Comment