Potensi Sektor Pertanian di Pulau Nias Perlu Dikembangkan
Membaca harian The Jakarta Post, edisi Minggu 26 Mei 2013 tentang budidaya keanekaragaman pangan membuat saya tersentak dan tersadar bahwa ternyata ketergantungan masyarakat kita akan konsumsi beras sebagai makanan pokok sangatlah tinggi. Pada harian tersebut disebutkan bahwa konsumsi beras rata-rata per-orangnya diperkirakan sebanyak 139 kg/tahun atau sebanyak 0,38 kg per hari. Sebuah angka yang luar biasa namun tidak mengejutkan karena rata-rata kita makan nasi 3 kali sehari (sarapan, makan siang & makan malam), itupun kalau hitungannya hanya 3 kali bahkan beberapa diantaranya bisa 4 hingga 5 kali perharinya. Tidaklah heran bila kita melihat bahwa penyakit yang paling membunuh dan yang paling banyak diderita oleh orang Indonesia (Asia) pada umumnya adalah penyakit Diabetes (penyakit gula).
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa "orang yang mengonsumsi nasi putih tiga atau empat kali sehari cenderung dipengaruhi oleh diabetes tipe 2 karena beras memiliki indeks glikemik (kadar karbohidrat dalam darah) yang cukup tinggi, yang berarti tubuh dengan cepat mengubah karbohidrat menjadi glukosa" kutipan dari Intisari Online. Sudah saatnya memikirkan untuk mengurangi mengkonsumsi nasi apabila ingin terhindar dari penyakit Diabetes.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa "orang yang mengonsumsi nasi putih tiga atau empat kali sehari cenderung dipengaruhi oleh diabetes tipe 2 karena beras memiliki indeks glikemik (kadar karbohidrat dalam darah) yang cukup tinggi, yang berarti tubuh dengan cepat mengubah karbohidrat menjadi glukosa" kutipan dari Intisari Online. Sudah saatnya memikirkan untuk mengurangi mengkonsumsi nasi apabila ingin terhindar dari penyakit Diabetes.
Menjadikan Nias Sebagai Daerah Swasembada Pangan
Terlepas dari resiko penyakit Diabetes akibat konsumsi beras karena bagaimanapun kita tidak bisa terlepas dari kondisi tersebut apalagi dengan persepsi bahwa "Bila tidak makan nasi, rasanya masihlah belum kenyang" maka marilah kita melupakan resiko penyakitnya sejenak, mari kita beranjak ke arah peningkatan perekonomian masyarakat.
Sebagaimana sudah kita ketahui bersama bahwa penghasilan utama penduduk pulau Nias sebagian besar masih mengandalkan dari
hasil pertanian. Luas lahan potensial mencapai 81.389 hektare yang
terdiri dari sawah 22.486 hektare dan lahan kering 58.903 hektare.
Namum, potensi yang dimiliki itu belum memberikan hasil maksimal untuk
mampu mencapai swasembada pangan (Sumber: Wikipedia).
Padahal pada masa pemerintahan Bupati Nias Alm. Dalihuku Mendrofa di masa lampau, pulau Nias pernah mengalami swasembada beras. Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta banyaknya masyarakat yang beralih profesi dari petani sawah menjadi pekerja bangunan ataupun sektor non-formal/ formal lainnya ditambah lagi pengelolaan lahan pertanian yang masih bersifat tradisional membuat menurunnya jumlah produksi padi di Nias. Dari daerah swasembada menjadi pengimpor beras terbesar (Penikmat Raskin Terbesar juga).
Ada baiknya masing-masing pemerintah daerah mulai memberikan perhatian khusus pada pengembangan bidang pertanian (terutama padi-sawah) karena nasi merupakan makanan pokok orang Nias. Dengan tercukupinya (swasembada) kebutuhan pokok (beras) maka secara tidak langsung perekonomian masyarakat dapat ditingkatkan.
Selama ini kita sering menikmati beras import dari Thailand, Pakistan dan Myanmar yang pengolahan dan kualitasnya sendiri tidaklah kita ketahui (apakah aman dikonsumsi akibat banyaknya menggunakan bahan kimia atau tidak). Selain harga beras yang cukup tinggi saat ini dan kualitas beras yang tidak bisa dijamin, sudah saatnya pemerintah daerah memikirkan strategi untuk menjadikan pulau Nias sebagai daerah yang swasembada pangan sekaligus meningkatkan perekonomian masyaraktnya.
Dari pada kita asyik memikirkan alternatif sumber pendapatan lain (contohnya: rencana penanaman kelapa sawit di Nias) yang masih belum tentu berhasil, memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan, siklus produksi yang lama dengan biaya besar sehingga hanya segelintir orang yang bisa menikmatinya termasuk resiko perebutan lahan dan pembabatan hutan seenaknya. Selain cepat menghasilkan, sektor pertanian juga mampu menyentuh hampir seluruh masyarakat Nias yang mayoritas bekerja sebagai petani.
Memberdayakan Sarjana Lulusan Pertanian
Saatnya pemerintah daerah memberdayakan para anak-anak muda lulusan sarjana pertanian yang berkualitas dari berbagai universitas di luar pulau Nias untuk mengembangkan dan membangun pertanian di Nias dengan mengadakan penelitian varietas tanaman baru yang sesuai dengan kondisi alam pulau Nias serta memanfaatkan ilmu yang dimilikinya dan membantu masyarakat dalam pemanfaatan teknologi tepat guna. Selain peranan pemerintah dalam pengembangan dan penggunaan varietas padi unggulan, pengelolaan irigasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, memberikan kemudahan terhadap akses pembelian pupuk (tidak ada monopoli) serta penempatan penyuluh pertanian yang tepat dan bertanggung-jawab di wilayah yang memiliki potensi pertanian unggulan. Dengan cara ini, masyarakat juga dapat berperan aktif pada pemberdayaan SDM sarjana lulusan pertanian sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Saatnya pemerintah daerah memberdayakan para anak-anak muda lulusan sarjana pertanian yang berkualitas dari berbagai universitas di luar pulau Nias untuk mengembangkan dan membangun pertanian di Nias dengan mengadakan penelitian varietas tanaman baru yang sesuai dengan kondisi alam pulau Nias serta memanfaatkan ilmu yang dimilikinya dan membantu masyarakat dalam pemanfaatan teknologi tepat guna. Selain peranan pemerintah dalam pengembangan dan penggunaan varietas padi unggulan, pengelolaan irigasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, memberikan kemudahan terhadap akses pembelian pupuk (tidak ada monopoli) serta penempatan penyuluh pertanian yang tepat dan bertanggung-jawab di wilayah yang memiliki potensi pertanian unggulan. Dengan cara ini, masyarakat juga dapat berperan aktif pada pemberdayaan SDM sarjana lulusan pertanian sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Sungguh miris rasanya melihat banyaknya sarjana pertanian yang menjadi PNS namun ditempatkan di kantoran yang sehari-hari hanya bekerja mengurusi surat-surat yang sebenarnya dapat dikerjakan oleh tamatan SMA/SMK. Ataupun melihat lulusan sarjana pertanian yang menjadi pegawai Bank atau bidang pekerjaa non-pertanian lainnya. (Pengalaman pribadi menyaksikan istri sendiri seorang lulusan S1 pertanian jurusan pemuliaan tanaman dari UGM, namun kerjanya hanya sebagai tukang ketik dan pembuat laporan di kantor, serta adik ipar lulusan S1 pertanian dari UGM juga namun bekerja sebagai pegawai Bank). Atau melihat para penyuluh pertanian yang ditempatkan di wilayahnya tidak pernah/ jarang memberikan penyuluhan kepada para petani tentang pengolahan lahan pertanian yang sebenarnya.. Mau dibawa kemana pulau Nias ke depan bila SDM-nya tidak dapat diberdayakan dan ditempatkan sesuai keahliannya masing-masing? Sudah saatnya to put the right man on the right place!
Bila pemerintah mampu melihat dengan jeli peluang dan kesempatan dalam memajukan pulau Nias, pastinya tingkat pengangguran di Nias akan berkurang, pertanian di Pulau Nias semakin maju dan tingkat perekonomian masyarakat akan berkembang serta impian menjadikan provinsi Kepulauan Nias dapat terwujud.
Semoga tulisan ini dapat menjadi perhatian dan menumbuhkan kesadaran bahwa pulau Nias sangat berpotensi untuk dikembangkan di bidang pertanian. Masyarakat Nias sebenarnya sudah memiliki keahlian dasar hanya dibutuhkan pemolesan dan pemanfaatan teknologi maka pasti akan terwujud pulau Nias yang swasembada pangan.
(Penulis adalah direktur Kursus Bahasa Inggris Gheesuke English Academy, pegawai Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Gunungsitoli yang saat ini sedang mengikuti kuliah S2 jurusan Ilmu Ekonomi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)
Post a Comment