Harimbale: Pasar Tradisional Berjalan Orang Nias
Harimbale (Pasar tradisional yang
berlangsung setiap pekan atau sekali seminggu) merupakan hari yang sangat
dinanti oleh para masyarakat Nias khususnya yang tinggal di pedesaan karena
pada saat itulah aktifitas Mogale (transaksi
jual beli) dapat berlangsung. Kesulitan
akses menuju kota Gunungsitoli sebagai pusat pasar dan sulitnya (mahalnya
biaya) transportasi menjadikan Harimbale sebagai
satu-satunya tempat transaksi untuk membeli persiapan atau kebutuhan untuk satu
minggu ke depan.
Para Pedagang di Harimbale (sumber: Nias Bangkit) |
Harimbale
berlangsung dari hari Senin sampai Sabtu terpencar di lokasi yang berbeda
di masing-masing daerah di Pulau Nias. Pada hari Minggu Harimbale tidak ada karena masyarakat Nias pergi ke gereja
(mayoritas masyarakat Nias khususnya di pedesaan beragama Kristen). Bahkan bila
Harimbale tepat pada hari besar
keagamaan maka akan dipercepat atau diundur harinya dan hal ini sudah menjadi
kesepakatan umum tanpa pemberitahuan atau diskusi antara Sogale (pedagang) dan Sowöli (pembeli). Para Sogale
datang dari berbagai penjuru membawa berbagai dagangannya sebagian
berjualan di Ona (kios) dan yang
lainnya di pinggir jalan ataupun di bawah tenda sementara.
Biasanya masyarakat Nias dari pedesaan berjalan kaki hingga beberapa bahkan
puluhan kilometer untuk mencapai Harimbale
setelah sebelumnya menjual getah yang telah dikumpulkannya selama seminggu kepada
para agen yang sudah menunggu di persimpangan dimana uang hasil penjualannya
digunakan untuk membeli kebutuhan keluarga selama seminggu ke depan. Bahan
dagangan yang dijual oleh masyarakat selain getah bisa berupa hasil bumi (biji
pinang, cengkeh, kakao/coklat, sayuran, cabe, ubi, buah-buahan musiman) maupun
hewan peliharaan (biasanya ayam dan telur) serta kerajinan tangan (pisau/parang
dan anyaman). Berhubung karena yang perlu dibeli adalah kebutuhan selama
seminggu maka biasanya beras, bumbu, sabun, dan keperluan rumah tangga menjadi
bagian dari daftar belanjaan, namun yang tidak pernah absen dalam daftar
tersebut adalah I’a Budu (ikan asin) sebagai
lauk yang bisa disimpan dalam waktu yang lama sekalipun ikan segar juga dibeli.
Anak-anak yang tinggal di rumah pasti selalu berharap dibawakan jajanan
oleh orang tuanya bila pulang dari Harimbale.
Biasanya sebelum berangkat ke Harimbale, anak-anak
selalu berpesan “e mama, öli ögu
marataba, rakigae, godo-godo, send, gulo-gul , galametura”. Biasanya yang
pergi belanja ke Harimbale ini adalah
kaum perempuan yang nantinya pulang dengan membawa belanjaannya di atas kepala
bila banyak atau dijinjing, sementara kaum pria biasanya singgah di kedai
minuman untuk minum tuak ataupun melakukan kegiatan lainnya.
Sebagai Ajang Cari Jodoh
dan Ketemuan
Beberapa Harimbale memiliki ciri
khas tersendiri, contohnya Harimbale Fowa
identik dengan Baru Soyo (baju
merah) yang berlangsung setiap hari Selasa, ataupun Harimbale Nono Alawe. Pada masa dulu Harimbale ini merupakan ajang cari jodoh bagi anak muda atau juga
bertemu dengan pacar secara sembunyi-sembunyi karena budaya Nias yang sangat
ketat melarang pergaulan (pacaran) antara laki-laki dan perempuan sehingga tak
jarang bila ketahuan oleh sanak saudara perkelahian antar pemuda/ kampung di Harimbale tidak terelakkan dan hal itu
sering terjadi di masa itu. Tidak hanya untuk urusan asmara, seringkali Harimbale juga sebagai tempat pertemuan
antara keluarga yang tinggal berjauhan.
Terancam Punah
Hingga saat ini keberadaan Harimbale masih
tetap bertahan di pulau Nias sekalipun transportasi sudah semakin berkembang
dan beberapa pasar swalayan sudah mulai bermunculan. Namun jangan pernah
berharap akan bertemu mall seperti halnya yang dijumpai di kota-kota besar,
kita paling bisa menemukan pasar swalayan Yaahowu yang terletak di pusat kota
Gunungsitoli yang seringkali diplesetkan menjadi mall Yaahowu.
Tradisi Harimbale memiliki
keunikan dan ciri khas tersendiri dalam
transaksi jual beli bagi masyarakat pedesaan di Pulau Nias dan hal ini menjadi
salah satu icon yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan terutama
yang tinggal di kota-kota besar untuk melihat lebih dekat tradisi jual beli
masyarakat pedesaan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ancaman kepunahan Harimbale ini sudah semakin dekat dengan
semakin menjamurnya toko-toko retail, namun diperkirakan hingga 10-20 tahun ke
depan tradisi ini masih tetap berjalan.
Daftar kata:
marataba (martabak)
rakigae (pisang goreng)
godo-godo (singkong parut yang dibentuk bulat dan
digoreng dengan taburan gula)
sendo (cendol)
gulo-gulo (permen)
galametura (beras yang sudah dihaluskan, dibungkus dengan
daun pisang dan direbus sehingga sangat lembut)
Bila ingin berwisata ke Nias & membutuhkan Agen perjalanan yang bisa mengurus segala keperluan perjalanan Anda selama di Nias dengan paket perjalanan istimewa dan menarik, silakan hubungi kami:
Silakan cari tahu tentang kami di:
Hp/WA: 0812-6027-4444
email: goniastour@gmail.com
IG: Go Nias Tour
Facebook Page: Go Nias Tour
Website: www.goniastours.com
Post a Comment