MENGAJAR IBARAT MENUNTUN KERBAU MEMBAJAK SAWAH
“Teachers who inspire know that teaching is like
cultivating a garden, and those who would have nothing to do with thorns must
never attempt to gather flowers.” ~ Author Unknown
Mengajar para siswa itu ibarat menuntun kerbau membajak
sawah. Setiap siswa sebenarnya ibarat kerbau
yang memiliki potensi dan kekuatan,
tugas seorang guru hanyalah sebagai penuntun dan pengarah agar mereka tidak
keluar dari jalurnya saja. Atau secara sederhana, kita menganggap guru itu
sebagai seorang tukang kebun yang memiliki benih (siswa/i atau pelajar) untuk
ditanam agar bertumbuh. Tentunya sang tukang kebun akan berusaha keras
bagaimana agar benih tanaman tersebut dapat tumbuh dengan subur. Dia tidak bisa
memaksa sang benih untuk tumbuh sesuai keinginannya, namun dia harus bekerja
untuk membersihkan rumput di sekitar tanaman, memastikan agar kebutuhan air
tercukupi, memberikan pupuk (motivasi dan inspirasi) agar tanaman tumbuh subur
serta membuat pasak agar tanaman bisa tumbuh tegak. Artinya, tanaman bisa
tumbuh dengan subur apabila ada upaya dari tukang kebun untuk merawat tanaman
tersebut.
Seringkali para guru tidak tahu dan tidak memahami benar cara
berkebun namun memaksakan diri untuk menanam benih yang akhirnya hasil kebunnya
tidak maksimal. Hal inilah yang sering
menjadi tantangan dan kendala dalam dunia mengajar kita, seringkali para guru
terlalu memaksakan diri dengan kemampuan pas-pasan tanpa niat untuk belajar
dalam mengajarkan sesuatu kepada para siswanya. Bagaimana mungkin seorang guru
Biologi mengajarkan ilmu fisika dan kimia sekalipun masih dalam satu disiplin
Ilmu Pengetahuan Alam? Bagaimana mungkin seorang guru bahasa Inggris
mengajarkan bahasa Inggris kepada siswanya jika guru tersebut tidak bisa
berbahasa Inggris dan tidak memahami dengan pasti apa yang akan diajarkannya?
“Don’t try
to fix the students, fix ourselves first. The good teacher makes the poor
student good and the good student superior.” (Jangan mencoba memperbaiki siswa, sebelum kita
memperbaiki diri kita terlebih dahulu. Guru yang baik membuat siswa yang bodoh
menjadi baik dan siswa yang baik menjadi hebat) - Marva Collins
Hal inilah yang sering menjadi keluhan dari para siswa belajar
bahasa Inggris di kursus Gheesuke English Academy (GEA), para guru terlalu
kompleks mengajarkan bahasa Inggris sementara dasar-dasar berbahasa Inggris
sendiri tidak diajarkan kepada siswanya. Bukan bermaksud melecehkan, namun
banyak para guru bahasa Inggris sendiri tidak menguasai grammar dan structure yang
sebenarnya sebagai dasar dan kunci utama belajar bahasa Inggris, apalagi bila
lebih jauh masuk ke tingkat mendengarkan (listening),
berbicara (Speaking), membaca (reading) dan menulis (writing).
Jangan salah, para siswa itu dapat saja lebih pintar dari
kita karena mereka lebih sering berinteraksi dalam jejaring sosial dan lebih
melek teknologi dari pada kita. Para guru diminta untuk bersikap dinamis dan
selalu update dengan informasi terkini sehingga dalam mengajar para siswapun
mampu membawa hal-hal baru dan lebih segar sehingga mereka tidak merasa bosan
dan bingung. Para guru diminta untuk mampu menguasai medan sebelum berperang
dan mampu memberikan motivasi dan inspirasi kepada para siswanya. Dalam tulisan
saya sebelumnya Jadilah Guru Yang Luar Biasa Dengan Memberi Inspirasi
menegaskan bahwa Yang
dibutuhkan seorang murid bukanlah hanya ilmu pengetahuan dari gurunya saja,
namun yang lebih penting adalah kata-kata inspirasi dan motivasi yang mampu
memicu mereka untuk menguasai ilmu pengetahuan tersebut.
Para guru dituntut untuk lebih mampu untuk
menyederhanakan pokok bahasan yang diajarkan sehingga para siswa mampu memahami
dengan baik. Seringkali yang terjadi bahwa para guru terjebak dengan
bahasa-bahasa yang ada dalam buku sehingga memicu kebingungan tersendiri bagi
para guru apalagi bagi para siswa. Janganlah 100% percaya dalam bahasa buku
(terutama buku terjemahan) karena seringkali tidak mampu menyampaikan isi buku
tersebut dengan baik karena keterbatasan kemampuan penerjemah itu sendiri. Para
guru diharapkan untuk menerjemahkan bahasa dari buku tersebut ke dalam bahasa
sederhana yang mampu dimengerti oleh para peserta didik. Buku hanyalah sebagai
panduan, para guru dan siswalah yang mengembangkannya.
Mengutip tulisan dari Tatang Amirin, penulis Kompasiana
yang juga seorang dosen di UNY Yogyakarta berkata:
Itulah makna slogan
“tut wuri handayani” (standing behind empowering) yang bahkan para guru
sekalipun kerap tak paham maknanya. Tiap “anak didik” punya daya (power,
potensi) sendiri. Tugas pendidik adalah mengikuti (tut wuri) power si anak
didik itu, membantunya untuk meningkat. Pendidik tidak berdiri di muka (ing
ngarso) menentukan mengarahkan. Berdiri di muka hanya jika diperlukan, ketika
anak didik tak tahu apa-apa. Itu makna hakiki “student centered education.”
Ikuti daya anak, biarkan dia berjalan sesuai dengan daya potensinya, pendidik
hanya mengikuti saja, sekali-sekali memberi arahan kalau-kalau sesat jalan.
Semoga para guru yang merupakan tonggak utama kemajuan bangsa mampu berbenah
diri untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sehingga kita mampu
bersaing dengan negara lain dalam pencapaian di bidang pendidikan.
Baca Juga:
BERSYUKUR, CARA AMPUH MENGHARGAI HIDUP
Masa Lalu Takkan Pernah Bisa Diubah, Berdamai dan Ampunilah
Jadilah Guru Yang Luar Biasa Dengan Memberi Inspirasi
Berbeda Itu Indah, Hargailah Perbedaan
BE YOURSELF! Terima dan Hargailah Diri Sendiri
UAN: Kisah Mendebarkan Untuk Naik Setingkat Lebih Tinggi
Baca Juga:
BERSYUKUR, CARA AMPUH MENGHARGAI HIDUP
Masa Lalu Takkan Pernah Bisa Diubah, Berdamai dan Ampunilah
Jadilah Guru Yang Luar Biasa Dengan Memberi Inspirasi
Berbeda Itu Indah, Hargailah Perbedaan
BE YOURSELF! Terima dan Hargailah Diri Sendiri
UAN: Kisah Mendebarkan Untuk Naik Setingkat Lebih Tinggi
Post a Comment